Ada sebuah fenomena budaya yang unik di kalangan anak-anak ‘95 saat masa-masa sekolah di SMA 7 dahulu. Fenomena itu terutama ditandai oleh adanya dua hal menarik: maraknya trend musik beraliran trash metal dan maraknya trend fashion sepatu Dr. Marten (biasa disebut doc mar) di kalangan teman-teman.
Musik trash atau yang dikenal dengan musik heavy metal memang hampir menjadi bagian dari identitas remaja yang tumbuh pada era itu. Tidak terkecuali pula bagi sebagian anak-anak angkatan ’95. Tidak dipungkiri, sepanjang awal hingga pertengahan tahun 1990-an dunia memang ditandai oleh kejayaan musik cadas tersebut. Mulai dari grup heavy metal Metallica, kelompok trash metal Sepultura, grup metal Gun’s N Rose’s, hingga kelompok musik grunge Nirvana. Semuanya hampir menguasai blantika musik dunia yang imbasnya turut kita rasakan saat itu di sekolah. Banyak anak ’95 yang sebenarnya diam-diam menyukai jenis musik tersebut biarpun secara kasat mata penampilan mereka sebetulnya ‘kalem-kalem’ saja kalau dilihat dari luar.
Sementara itu fenomena menarik lain yang juga tidak kalah penting untuk dicermati adalah populernya pemakaian sepatu Dr. Martens (doc mar) di kalangan anak ‘95. Popularitas trend sepatu doc mar sebetulnya tidak lepas dari penampilan group musik “4 non blonde” dalam lagu “what’s goin’ on” yang populer dibawakannya lewat video klip di layar televisi. Mereka yang ingat tentu tahu bahwa keempat personel band tersebut menggunakan sepatu doc mar dalam aksinya.
Di samping musik metal, kehadiran sepatu ‘ala punker dengan merk doc mar itu memang menjadi trend bagi sebagian remaja sekolah saat itu. Mereka yang memperhatikan fenomena itu tentu tahu bahwa hampir semua anak 7 ‘95 yang peduli penampilan memakai sepatu tersebut saat ke sekolah. Sepatu tersebut memang sedang populer-populernya digunakan sebab disamping bentuknya yang gaya, mereka yang memakainya pun jadi kelihatan macho tak peduli apakah ia laki-laki atau perempuan.
Kalau diperhatikan situasi saat itu maka akan kita temukan adanya dua kecenderungan trend, kultur, atau identitas di kalangan anak-anak ‘95. Pertama, mereka yang tertarik dengan musik trash metal sebagai bagian identifikasi jiwanya. Dan kedua, mereka yang memakai sepatu Doc Mar saat berangkat ke sekolah, entah itu sebagai bagian dari ekspresi gejolak jiwa atau sekedar mengikuti fashion yang ada.
Dan jika kita gabungkan diantara kedua fenomena tersebut maka bisa jadi Ranny adalah satu-satunya orang yang identik dengan kedua-duanya sekaligus: penggemar musik metal yang berpenampilan sepatu doc mar. Secara tanpa disadari, sebetulnya sosok Ranny mewakili dua bagian identitas diri anak-anak ‘95 saat itu. Dengan kata lain ketika kita melihat seorang Ranny, maka sebetulnya kita sedang melihat sebagian dari potret dinamika anak-anak 7 angkatan ’95 pada zamannya.
Kini waktu sudah berlalu dan zaman pun telah berganti namun Ranny tetaplah Ranny, seorang penggemar musik sejati. As part of life, musik bagi Ranny mungkin bagaikan puisi bagi seorang pujangga. Dalam konteks itu musik menjadi ungkapan gejolak hati bagi seseorang yang jiwanya tak pernah tua. Ranny barangkali sudah tidak berpenampilan seperti dahulu lagi dengan sepatu doc mar-nya, namun dalam hal musik bisa jadi hal itu tak pernah berubah sedikit pun. Well, happy birthday Ranny, keep the spirit alive !!